QADHA DAN QADHAR
SERTA KAITAN DI ANTARA KEDUANYA
۩ QADHAR
Qadhar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). [1]
Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.” [2]
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara
.
Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. [3]
.
Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. [3]
Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. [4]
Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan sifat-sifat ter-tentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah ditentukan-Nya. [5]
Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.
۩ QADHA’
Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.
Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, memisahkan, menen-tukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyele-saikannya. Maknanya adalah mencipta.
Kaitan Antara Qadha’ dan Qadar
1. Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat: 12]
Yakni, menciptakan semua itu.
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.
2. Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya. [8]
Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.’” [9]
3. Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya. Jika keduanya terpisah, maka keduanya berhimpun, di mana jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam (pengertian)nya.
[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]
Istilah Qada bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadar dan sebaliknya istilah Qadar bila dimutlakkan, maka memuat makna Qada, Akan tetapi bila dikatakan "Qadha-Qadar", maka ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini banyak terjadi dalam bahasa Arab. Satu kata dapat bermakna yang luas ketika sendirian dan punya makna khusus bila disatukan (dikumpulkan). Sebagai contoh dapat dikatakan.
"Bila keduanya bersatu maka berbeda dan bila keduanya dipisah maka bersatu"
Maka kata Qada dan Qadar termasuk dalam kondisi seperti ini, artinya bila kata Qada dipisahkan (dari kata Qadar), maka memuat Qadar dan sebaliknya kata Qadar bila dipisahkan (dari kata Qada) maka memuat makna Qada. Akan tetapi ketika dikumpulkan, kata Qada bermakna sesuatu yang ditetapkan Allah pada mahluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahannya. Sedangkan Qadar bermakna sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Inilah perbedaan antara kedua istilah tersebut. Maka Qadar ada lebih dahulu kemudian disusul dengan Qada.
Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.
Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.
Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya.
"Artinya : Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya". [At-Takwir : 29]
Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.
۩ TINGKATAN QADHA' DAN QADHAR
Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah qadha' dan qadar mempunyai empat tingkatan :
٭ PERTAMA
Al-'Ilm (pengetahuan). Yaitu, mengimani dan meyakini bahwa Allah Mahatahu atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum maupun terinci, baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau perbuatan makhlukNya. Tak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagiNya.
٭ KEDUA
Al-Kitabah (penulisan). Yaitu, mengimani bahwa Allah telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh yang ada disisiNya.
Kedua tingkatan ini sama-sama dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
"Artinya ; Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." [Al-Hajj : 70]
Dalam ayat ini disebutkan lebih dahulu bahwa Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, kemudian dikatakan bahwa yang demikian tertulis dalam sebuah ktiab, yaitu Lauh Mahfuzh.
Sebagaimana pula dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam dalam sabdanya:
"Artinya : Pertama kali tatkala Allah menciptakan qalam (pena), Dia firmankan kepadanya, 'Tulislah!' Qalam itu berkata, 'Ya Tuhanku, apakah yang hendak kutulis?' Allah berfirman, "Tulislah apa saja yang akan terjadi!' Maka seketika itu bergeraklah qalam itu menulis segala yang akan terjadi hinggahari Kiamat."
Ketika Nabi shalallahu 'alaihi wassalam ditanya tentang apa yang hendak kita perbuat, apakah sudah ditetapkan atau tidak? Beliau menjawab: "Sudah ditetapkan."
Dan ketika beliau ditanya: "Mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah saja dengan takdir yang sudah tertulis?", beliau pun menjawab: "Berusahalah kalian, masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya." Kemudian beliau mensitir firman Allah:
"Artinya ; Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang mudah. Sedangkan orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang sukar." [Al-Lail 5-10]
Oleh karena itu, hendaklah Anda berusaha, sebagaimana yang diperintahkan Nabi shalallahu 'alaihi wassalam kepada para sahabat. Anda akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan Allah.
٭ KETIGA
Al-Masyi'ah (kehendak), Artinya, bahwa segala sesuatu yang terjadi, atau tidak terjadi, di langit dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah. Hal ini dinyatakan jelas dalam Al-Qur'an Al-Karim. Dan Allah telah menetapkan bahwa apa yang diperbuatNya adalah dengan kehendakNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya juga dengan kehendakNya.
Firman Allah:
"Artinya : (Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan Semesta Alam." [At-Takwir : 28-29]
"Artinya : Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya." [Al-An'am : 112]
"Artinya : Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendakiNya." [Al-Baqarah : 253]
Dalam ayat-ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa apa yang diperbuat manusia terjadi dengan kehendakNya.
Dan banyak pula ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat Allah adalah dengan kehendakNya. Seperti firman Allah:
"Artinya : Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya." [As-Sajdah : 13]
"Artinya : Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu." [Huud : 118]
Dan banyak lagi ayat-ayat yang menetapkan kehendak Allah dalam apa yang diperbuatNya.
Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang kepada qadar (takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu. Tak ada yang terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan kehendakNya. Tidak mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa dengan kehendak Allah.
٭ KEEMPAT
Al-Khalq (penciptaan). Yaitu, mengimani bahwa Allah Pencipta segala sesuatu. Apa yang ada di langit dan di bumi Penciptanya tiada lain adalah Allah. Sampai yang dikatakan "mati" (tidak hidup), itupun diciptakan oleh Allah. Firman Allah:
"Artinya : Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." [Al-Mulk : 2]
Jadi, segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi PenciptaNya tiada lain adalah Allah Tabaraka wa Ta'ala.
Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa yang terjadi dari perbuatan Allah adalah ciptaanNya. Seperti langit, bumi, gunung, sungai, matahari bulan, bintang, angin, manusia, dan hewan, kesemuanya adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk para makhluk ini, seperti: sifat, perubahan dan keadaan, itupun ciptaan Allah.
Akan tetapi mungkin saja ada orang yang sulit memahami, bagaimana dapat dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita lakukan dengan kehendak kita ini adalah ciptaan Allah?
Jawabnya: Ya memang demikian. Sebab perbuatan dan perkataan kita ini timbul karena adanya 2 faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Apabila perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan manusia adalah Allah. Dan Siapa yang menciptakan sebab, Dialah yang menciptakan akibatnya.
Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia, yaitu bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul karena 2 faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak ada kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan berbuat. Karena andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu, tidak akan ia perbuat. Begitu pula andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki, tidak akan terjadi perbuatan itu. Jika perbuatan manusia itu terjadi karena adanya kehendak yang mantap dan kemampuan sempurna, sedangkan kehendak dan kemampuan tadi pada diri manusia adalah Allah, maka dengan cara ini dapat kita katakana bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia.
Akan tetapi, pada hakikatnya manusia yang berbuat. Manusialah yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan, yang berbuatan ketaatan; hanya saja semua perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas.
Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita tetapkan untuk Allah. Dan hal ini tidak bertentangan apabila kita katakan bahwa manusia sebagai yang berbuata atau pelaku perbuatan.
Seperti halnya kita katakan: "Api membakar." Padahal yang menjadikannya dapat membakar tentu saja Allah. Api tidak dapat membakar dengan sendirinya, sebab seandainya api dapat membakar dengan sendirinya, tentu ketika Nabi Ibrahim 'alaihissalam dilemparkan ke dalam api akan terbakar hangus. Akan tetapi, ternyata beliau tidak mengalami cedera sedikitpun, karena Allah telah berfirman kepada api itu:
"Artinya : Hai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim." [Al-Anbiya' : 69]
Sehingga Nabi Ibrahim 'alaihissalam tidak terbakar, bahkan tetap dalam keadaan sehat wal 'afiat.
Jadi, api tidak dapat membakar dengan sendirinya, tetapi Allah-lah yang menjadikannya mempunyai kekuatan untuk membakar. Kekuatan api untuk membakar adalah sama dengan kehendak dan kemampuan dalam diri manusia untuk berbuat, tidak ada perbedaannya. Hanya saja, karena manusia mempunyai kehendak, perasaan, pilihan dan tindakan, maka secara hokum dan sebenarnya manusia dinyatakan sebagai yang berbuat. Dia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang diperbuatnya, karena dia berbuat menurut kehendak dan kemauannya sendiri.
۩ DENGAN BERIMAN KEPADA QADHA DAN QADHAR MANUSIA AKAN MENCAPAI KEHIDUPAN YANG SUKSES
Kata qadar berarti ukuran (miqdar), dan taqdir (takdir) yaitu ukuran sesuatu dan menjadikannya pada ukuran tertentu, atau menciptakan sesuatu dengan ukurannya yang ditentukan. Sedangkan kata qadha berarti menuntaskan dan memutuskan sesuatu, yang di dalamnya menyiratkan semacam unsur konvensi. Terkadang dua kata ini digunakan secara sinonim yang berarti nasib.Maksud dari takdir Ilahi yaitu bahwa Allah swt. telah menciptakan segala sesuatu serta telah menetapkan kadar dan ukurannya masing-masing dari segi kuantitas, kualitas, ruang dan waktu. Dan hal ini dapat teralisasi di dalam rangkaian sebab-sebab.Sedangkan yang dimaksud qadha Ilahi adalah menyam-paikan sesuatu kepada tahap kepastian wujudnya, setelah terpenuhinya sebab-sebab dan syarat-syarat sesuatu itu. Berdasarkan maksud ini, tahap takdir itu lebih dahulu dari tahap qadha’, karena di dalam takdir terdapat beberapa tahap gradual dan syarat-syarat yang jauh, tengah dan dekat. Dan takdir ini dapat mengalami perubahan dengan berubahnya sebagian sebab dan syaratnya.
Kaum mukmin yang meyakini bahwa setiap kejadian tidak bisa lepas dari kehendak Allah Yang Bijak, dan semua kejadian itu bersumber dari takdir dan qadha’ Ilahi, ia tidak akan merasa takut menghadapi peristiwa yang menyakitkan. Ia tidak akan pernah berputus asa. Ketika ia merasa yakin bahwa kejadian-kejadian itu merupakan bagian dari tatanan alam Ilahi Yang Bijak, pasti akan terwujud sesuai dengan kemaslahatan dan kebijaksanaan, maka ia akan menerimanya dengan lapang dada. Karena dengan jalan ini seorang mukmin akan sampai kepada sifat-sifat yang terpuji seperti: sabar, tawakal, ridha, dan sebagainya.
Demikian pula hati seorang mukmin tidak akan terkait dan tidak akan tertipu oleh dunia, dan tidak akan bangga dengan kesenangannya. Ia tidak akan tertimpa penyakit sombong. Dan ia tidak akan menjadikan nikmat Ilahi sebagai sarana untuk mencapai status sosial.
Allah swt. menyinggung manfaat-manfaat besar ini melalui ayat-Nya:
“Tidak ada suatu bencana apa pun yang menimpa di muka bumi ini dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab lauh mahfuz, sebelum Kami menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu agar kalian tidak berduka cita dari apa yang lepas dari diri kalian dan supaya kalian jangan terlalu bergembira terhadap apa yang diberikan-Nya terhadap kalian dan Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Qs. Al-Hadid: 22-23).
Sehingga sangat masuk akal jika dengan percaya Qada dan Qadar, manusia akan menemui kesuksesan, karena ketika dia dalam kondisi di bawah maka ia takkan pernah putus asa, dan ketika dia di posisi atas, maka ia pun takkan menjadi kufur atau sombong.
۩ TANYA JAWAB “Qadha’ Dan Qadhar” ketegori Muslim.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan :
Apa perbedaan antara Qadha’ dan Qadhar ?
Apa perbedaan antara Qadha’ dan Qadhar ?
Jawab :
Ulama berbeda pendapat mengenai perbedaan antara keduanya. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa qadar adalah taqdir Allah sejak zaman azali, sedangkan qadha’ adalah hukum Allah mengenai sesuatu ketika sesuatu itu terjadi . Jika Allah menetapkan terjadinya sesuatu pada waktu yang ditentukan, maka itulah yang dinamakan qadar. Dan ketika telah datang waktunya terjadinya sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya itu, maka itulah yang dinamakan qadha’. Semacam ini banyak sekali kita dapatkan dalam Al-Qur’an, seperti firman Allah :
Ulama berbeda pendapat mengenai perbedaan antara keduanya. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa qadar adalah taqdir Allah sejak zaman azali, sedangkan qadha’ adalah hukum Allah mengenai sesuatu ketika sesuatu itu terjadi . Jika Allah menetapkan terjadinya sesuatu pada waktu yang ditentukan, maka itulah yang dinamakan qadar. Dan ketika telah datang waktunya terjadinya sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya itu, maka itulah yang dinamakan qadha’. Semacam ini banyak sekali kita dapatkan dalam Al-Qur’an, seperti firman Allah :
“Artinya : Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya kepadaku”. .
Juga Allah berfirman :
“Artinya : Dan Allah melaksanakan hukum dengan adil”.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang semisal. Jadi, qadar adalah ketentuan Allah mengenai segala sesuatu pada zaman azali, sedangkan qadha’ adalah pelaksanaan dari qadar itu pada saat terjadinya.
Bagaimana pengaruh Qadha’ dan Qadar terhadap bertambahnya iman ?
Jawab :
Qadha’ dan Qadar akan membantu seorang muslim dalam mengatasi urusan agama dan dunianya, karena dia beriman bahwa qudrah Allah ‘Azza wa Jalla di atas segala qudrah, dan jika Allah Ta’ala menghendaki sesuatu tidak ada yang bisa menghalanginya. Jika seorang mukmin tidak percaya ini semua, ia akan berusaha dan mencari sarana untuk kesampaian maksudnya.
Qadha’ dan Qadar akan membantu seorang muslim dalam mengatasi urusan agama dan dunianya, karena dia beriman bahwa qudrah Allah ‘Azza wa Jalla di atas segala qudrah, dan jika Allah Ta’ala menghendaki sesuatu tidak ada yang bisa menghalanginya. Jika seorang mukmin tidak percaya ini semua, ia akan berusaha dan mencari sarana untuk kesampaian maksudnya.
Kita semua telah tahu dari sejarah masa lalu dimana kaum muslimin mampu meraih kemenangan yang luar biasa meskipun jumlah mereka sedikit. Itu semua karena keimanan mereka dengan janji Allah ‘Azza wa Jalla serta keimanan mereka dengan qadha’ dan qadar, dan mereka yakin bahwa segala urusan ada di tangan Allah ‘Azza wa Jalla.
Pertanyaan :
Adakah sesuatu yang buruk dalam qadar Allah ?
Adakah sesuatu yang buruk dalam qadar Allah ?
Jawab :
Dalam qadar Allah tidak ada sesuatu yang buruk, akan tetapi keburukan itu terdapat pada yang ditakdirkan. Kita tahu bahwa ada orang yang mendapatkan musibah dan ada juga yang mendapatkan untung. Musibah merupakan sesuatu yang buruk, akan tetapi keburukan itu tidaklah perbuatan Allah Ta’ala, yakni perbuatan dan takdir Allah itu bukan merupakan keburukan. Keburukan ada pada yang diperbuat oleh-Nya, bukan pada perbuatan-Nya. Allah tidaklah mentakdirkan keburukan ini melainkan untuk sesuatu kebaikan. Allah Ta’ala berfirman :
Dalam qadar Allah tidak ada sesuatu yang buruk, akan tetapi keburukan itu terdapat pada yang ditakdirkan. Kita tahu bahwa ada orang yang mendapatkan musibah dan ada juga yang mendapatkan untung. Musibah merupakan sesuatu yang buruk, akan tetapi keburukan itu tidaklah perbuatan Allah Ta’ala, yakni perbuatan dan takdir Allah itu bukan merupakan keburukan. Keburukan ada pada yang diperbuat oleh-Nya, bukan pada perbuatan-Nya. Allah tidaklah mentakdirkan keburukan ini melainkan untuk sesuatu kebaikan. Allah Ta’ala berfirman :
“Artinya : Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan ulah tangan manusia”.
Ini merupakan penjelasan penyebab kerusakan di muka bumi. Adapun mengenai hikmahnya seperti difirmankan oleh-Nya :
“Artinya : Supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali “. .
Jadi, musibah ini pada akhirnya merupakan kebaikan. Dengan demikian keburukan itu tidak disandarkan kepada Tuhan, akan tetapi disandarkan sesuatu yang diperbuat dan kepada mahluk. Ini bisa diartikan suatu keburukan dari satu sisi dan merupakan kebaikan di sisi yang lain. Kalau dilihat bencananya yang terjadi, maka itu suatu keburukan, namun jika dilihat dari akibatnya, maka itu suatu kebaikan.
“Agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali “.
KESIMPULAN
Qada dan qadar adalah segala ketetapan dari Allah Subhanahu Wata'ala baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi, yang meliputi segala hal yang baik maupun yang buruk bagi kita. Tetapi sebenarnya tidak ada ketentuan dari Allah yang buruk buat kita, karena dengan segala Hikmah dan IlmuNya Allah telah memberikan segala sesuatu yang terbaik untuk kita. Karena bisa jadi sesuatu itu buruk pada pandangan kita, tetapi sebenarnya merupakan sesuatu yang baik bagi kita pada waktu yang lain. Yang jelas, Allah itu sesuai dengan persangkaan hambaNya, dan jika bukan Allah yang menjadi satu-satunya hakim yang adil, maka pengadilan dan ketentuan siapa lagi yang mau kita percayai.
PENUTUP
Sebagai penutup, kami katakan bahwa seorang mukmin harus ridha kepada Allah sebagai Tuhannya, dan termasuk kesempurnaan ridhanya, yaitu mengimani bahwa dalam masalah ini tidak ada perbedaan antara amal yang dikerjakan manusia, rizki yang dia usahakan, dan ajal yang dia khawatirkan. Kesemuanya adalah sama, sudah tertulis dan ditentukan. Dan setiap manusia dimudahkan menurut takdir yang ditentukan baginya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk mereka yang dimudahkan untuk berbuat seperti orang-orang mendapat kebahagiaan dan melimpahkan kepada kita kebaikan dunia dan akhirat.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh shahabatnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits, Ibnu Atsir, (IV/22).
[2]. Mu’jam Maqaayiisil Lughah, (V/62) dan lihat an-Nihaayah, (IV/23).
[3]. Lihat, Lisaanul ‘Arab, (V/72) dan al-Qaamuus al-Muhiith, hal. 591, bab qaaf - daal - raa’.
[4]. Rasaa-il fil ‘Aqiidah, Syaikh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin, hal. 37.
[5]. Lawaami’ul Anwaar al-Bahiyyah, as-Safarani, (I/348).
[6]. Lihat, Ta-wiil Musykilil Qur-aan, Ibnu Qutaibah, hal. 441-442. Lihat pula, Lisaanul ‘Arab, (XV/186), al-Qaamuus, hal. 1708 bab qadhaa’, dan lihat, Maqaa-yiisil Lughah, (V/99).
[7]. Lisaanul ‘Arab, (XV/186) dan an-Nihaayah, (IV/78).
[8]. Al-Qadhaa’ wal Qadar, Syaikh Dr. ‘Umar al-Asyqar, hal. 27.
[9]. Fat-hul Baari, (XI/486).
[10]. Lihat, ad-Durarus Sunniyyah, (I/512-513).
Courtesy of almanhaj.or.id
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
[Disalin dari kitab Al-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar,
Penyusun Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz,
Penerbit Darul Haq, Cetakan Rabi'ul Awwal 1420H/Juni 1999M]
0 komentar:
Posting Komentar